Welcome to Fukuoka (One Year After)
4 April 2011.
Hari ini tepat setahun yang lalu, one of the best things happened in my life. Dengan 3 anak Indonesia lain (vita, fifi, dan nita), saya meninggalkan tanah air menuju Fukuoka. Sebuah kota yang namanya tidak begitu saya kenal sebelumnya. Menuju sebuah universitas yang bahkan namanya aja ga pernah saya denger sebelumnya. Untuk bertemu dengan orang-orang yang tidak pernah saya bayangkan keberadaannya, sebelumnya.
Jadi ceritanya, kami berempat beruntung karena lolos untuk mengikuti program pertukaran pelajar di Fukuoka Women’s University. If you think to google this university, stop it. You won’t find what you want, if what you want is super high technology university with world class ranks. Nope. FWU is just a small university in the biggest city in Kyushu, Fukuoka. But if you are type of person who think ranks is not everything you need to measure and enjoy life, then follow my story. If you are still eligible, then apply for the program. Haha
5 April 2011, pukul 8 pagi, pesawat yang kami tumpangi mendarat dengan selamat di Bandara International Fukuoka. Proses imigrasi aman dan lancar. Begitu turun, dua orang dengan tulisan “welcome to fukuoka WJC” menyambut kami. They were Mr. Bruno Christiaens and Miss Yuko Otsu, which later would be more famous as Bruno and Yuko-san.
Emm, but I am not gonna talk about my first day in Japan. I have written about it. Once. Or twice. Or many times. Now, that I am back home, one year after that day, I am very thankful for the chance of living and experiencing Fukuoka. Especially for meeting and learning bunch of cool things from those sincere faces.
I was thinkig about writing one by one, every one of them. But then maybe I am just too lazy to do it. But I think I do have to write about 3 wonderful girls, from Indonesia, who had spent wonderful year (or six months) with me.
Let’s start with Nita!
Pertama kali ketemu anak Sastra Jepang angkatan 2007 ini, kesan saya Nita ini cewek yang Jawa banget! Eits, bukan dalam artian rasis lo ya. Maksudnya Jawa, doi ini cantiknya Indonesia banget, body-nya paling oke di antara kita berempat, pinter nari, pokoknya cewek Jogja banget. Usut punya usut, ternyata doi emang asalnya dari Bantul.
Nita lah yang setia dari awal ngebantuin urusan booking-membooking tiket dan ngurus ini itu di KUI. Dan secara dia anak sastra jepang, udah tentu lah Bahasa Jepangnya yang paling oke di antara kami berempat. Dia jugalah yang mencetuskan sebutan emak atau mak untuk saling memanggil antara kami berempat yang akhirnya jadi nama panggilan untuk kami semua sampe sekarang. Sama Nita jugalah saya awalnya memilih untuk tinggal selama 6 bulan saja di Jepang. Sebelum akhirnya kami berubah pikiran dan merengek-rengek sambil guling-guling ingusan memohon supaya masa tinggal kami bisa diperpanjang jadi setahun.
Awal-awal di Jepang, saya sempet lengket ama doi. Secara, dia yang paling oke B Jepangnya. Ibaratnya, dia bisa diandelin lah kalo kita mau pergi kemana-mana. Haha, parasit banget ya saya? Pacarnya Nita juga lah yang mampu menyelamatkan komputer saya yang di minggu pertama sempet ga bisa connect ke internet. Kami juga sempet liburan bareng (liburan pertama kami yang penuh arti) ke Nagasaki.
Menurut saya, Nita adalah cewek yang tertata rapi dan well prepared. Ibarat buah kelapa yang jatuh dari pohonnya, Nita kalo jatuh ya lurus, ga melenceng kemana-mana. Doi juga selalu nyiapin segala sesuatunya dari jauh-jauh hari (beda banget ama saya yang deadliners). Kalau ada tugas atau apapun, tanpa memperlihatkan kepanikan atau kehebohan sebelumnya, doi dipastikan uda menyelesaikan semuanya sebelum deadline datang. Tenang tapi beres semuanya!
Then let’s move to Fifi!
Kebersamaan kami dengan Fifi adalah yang paling singkat, 6 bulan. Usut punya usut, ternyata doi juga ngelamar beasiswa Erasmus Mundus dan dengan awesome-nya keterima! Jadi pulang dari Jepang, doi lanjut studi di Belanda selama 6 bulan.
Pertama kali ketemu cewek Jurusan Psikologi angkatan 2007 ini, kesan pertama saya : RIBET! Haha, sorry Fi, tapi awal-awal ketemu kamu, terutama waktu ngurus-ngurus CoE dan tiket, saya ngerasa kamu agak-agak ribet. Fifi ini orangnya detail dan sama kayak mak Nita, pengennya semuanya disiapin dengan baik. Bedanya, Fifi agak lebih ngotot dan panikan. Haha
Tapi itu Cuma kesan pertama. Just like what a wise person said : “Don’t judge a book by its cover”, you better not judge someone before you know them. Kalo saya awalnya mikir Fifi yang ribet ini ga bakal nyambung ama saya yang sante kayak di pante, maka praduga saya semuanya terbantahkan. Saya kangen berat waktu doi pulang duluan ke Indo.
Fifi punya hal yang bikin saya kagum. She’s such a smart and humble girl. Dia juga punya celetukan-celetukan cerdas yang gak akan kepikir sama saya yang datar-datar aja ini. Dia juga rajin dan gak gampang nyerah (doi cerita udah berapa kali doi gagal apply beasiswa tapi akhirnya langsung keterima di Jepang dan Belanda. Awesome!). Dan di balik segala kerempongan-nya, doi adalah tipe yang perfeksionis. She wants everything to be in order and perfect. Sesuatu yang gak ada dalam diri saya. Semoga dia ga baca ini, bisa ga muat itu helm ntar. Haha. Tapi fi, I do really hope we can meet and talk a lot as soon as I reach Jogja. Can’t wait to see you!
And last but not least, Vita!
Satu kalimat yang menggambarkan Vita adalah the best partner in crime to explore Japan! Cerita tentang Vita ga akan ada habisnya. Saya sendiri ga nyangka kalo saya bisa lengket berat sama anak Jurusan Peternakan angkatan 2006 asal Magetan ini.
Menurut Vita (soalnya saya ga inget), kami pertama kali ketemu di Soekarno-Hatta waktu bakal berangkat ke Fukuoka. Soalnya waktu lagi rempong-rempongnya ngurus segala keperluan buat visa dll, doi lagi di Magetan. Usut punya usut, soalnya waktu pengumuman keterima, doi udah wisuda dan pindahan dari Jogja. Padahal nih Vit, sejujurnya, waktu baca nominasi di web KUI dan liat kalo kamu angkatan 2006, saya lega berat. Saya mikir “gapapa ah telat lulus, toh ada angkata 2006 yang belum juga lulus dan malah apply beasiswa ini. Setaun pula.” Haha. Tapi saya salah. You were full of surprises. Ternyata kamu malah udah lulus dan bikin saya iri setengah mati karena ga usah mikir tetek bengek cuti, aktif kembali, atau skripsi. Hahaha.
Bersama Vita, saya menghabiskan setahun yang luar biasa di Fukuoka. Kenapa kami bisa lengket? Mungkin karena takdir yang mempersatukan kami #halah. Kita satu kelas di pelajaran Bahasa Jepang (level 1 paling bontot, ama Fifi juga ding). Kita juga selalu satu kelas di pelajaran lainnya. Kita juga punya minat yang sama, explore tempat-tempat terpencil yang mungkin gak ada di list tempat yang mesti dikunjungi di Jepang. Kami sama-sama tertarik sama musim gugur dan rela bolos demi hunting foto (alasan haha). Kami juga sama-sama nyesel kenapa ga mengabadikan musim semi dengan lebih baik. Kami sama-sama suka berburu hanabi dan suka salju. Kami cinta karaoke. Kita suka jalan-jalan ke mall walaupun ga belanja. Kondisi keuangan kita sama mirisnya. Di awal, kami juga sama-sama ngerasa teralienisasi dan bego banget karena ga ngerti Bahasa Jepang. Selera humor kami sama. Kami bisa mentertawakan banyak hal bodoh dan kebodohan kami. Ga kehitung berapa kali kami nyasar. Dan ternyata deep inside, kisah hidup kami sama getirnya (ceileeeeee). Intinya, kami ngerasa senasib sepenanggungan. Kalo kata Ussy Sulistyawati, kami “klik”. No reasons, no explanation, I just feel really lucky to have you this whole year, Vit. Hehe
Bersama Vita, saya ngerasa banyak hal menyenangkan, menyedihkan, menyebalkan, dan bodoh yang saya alamin tapi ga akan saya lupain. Jalan dari wajiro sampe dorm gara-gara kere ga punya bus card. Makan nasi telor demi liburan. Bolak-balik urus visa. Foto-foto alay dan ababil. Too many things. Dia juga partner perjalanan terbaik saya. Mulai dari Fukuoka mblusuk-mblusuk, Saga, Kurume, Kumamoto, Aso, Osaka, Kyoto, Tokyo, Fuji, sampe Korea, saya lewatin bareng doi. Tanpa dia, perjalanan saya gak akan jadi semenyenangkan itu. Vita ada waktu lagi seneng dan tetep ada buat nemenin waktu saya lagi di “bawah”. Seems too much? Tapi bener, si pencipta 2 video perpisahan WJC yang rela ga tidur bermalam-malam ini emang bener-bener bikin saya semangat selama setahun ke belakang ini.
Waktu akhirnya kami mutusin untuk pulang sendiri-sendiri karena perbedaan asal dan jadwal kesibukan keluarga, saya ngerasa kehilangan. On the day she left, March 17th, ibarat lagunya Anang-Syahrini, saya ngerasa separuh jiwa saya pergi. Orang yang selalu ada di samping saya balik pulang duluan. My last three days in Japan were amazing, but I think it’d be more amazing if you were there. With us. With me. Haha
Ga seperti Nita dan Fifi, saya ga tau harus nulis apa tentang hal yang saya pelajarin dan kagumin dari Vita. Ga ada kayaknya, mak. Haha. Maksud saya, saya ngerasa kami terlalu sering bareng dan saya ngerasa dia lebih kayak saya bercermin dan ngeliat pantulan diah yang lain dalam wujud fisik yang berbeda. But what I can say is she’s such a sweet friend and nice photographer. Official photographer of WJC students. Vita is also really good at cooking, honest, and simple, walaupun kadang agak boros. Terutama urusan baju. Haha. Tapi cewek pecinta kopi ini sukses bikin saya jatuh hati. Ke jogja dong mak, kita karaoke bareng, kita ngetawain dunia bareng lagi!
3 orang ini membuat saya banyak belajar. Japan wouldn’t be that awesome without you, girls.
Hari ini tepat setahun yang lalu, one of the best things happened in my life. Dengan 3 anak Indonesia lain (vita, fifi, dan nita), saya meninggalkan tanah air menuju Fukuoka. Sebuah kota yang namanya tidak begitu saya kenal sebelumnya. Menuju sebuah universitas yang bahkan namanya aja ga pernah saya denger sebelumnya. Untuk bertemu dengan orang-orang yang tidak pernah saya bayangkan keberadaannya, sebelumnya.
Jadi ceritanya, kami berempat beruntung karena lolos untuk mengikuti program pertukaran pelajar di Fukuoka Women’s University. If you think to google this university, stop it. You won’t find what you want, if what you want is super high technology university with world class ranks. Nope. FWU is just a small university in the biggest city in Kyushu, Fukuoka. But if you are type of person who think ranks is not everything you need to measure and enjoy life, then follow my story. If you are still eligible, then apply for the program. Haha
5 April 2011, pukul 8 pagi, pesawat yang kami tumpangi mendarat dengan selamat di Bandara International Fukuoka. Proses imigrasi aman dan lancar. Begitu turun, dua orang dengan tulisan “welcome to fukuoka WJC” menyambut kami. They were Mr. Bruno Christiaens and Miss Yuko Otsu, which later would be more famous as Bruno and Yuko-san.
Emm, but I am not gonna talk about my first day in Japan. I have written about it. Once. Or twice. Or many times. Now, that I am back home, one year after that day, I am very thankful for the chance of living and experiencing Fukuoka. Especially for meeting and learning bunch of cool things from those sincere faces.
I was thinkig about writing one by one, every one of them. But then maybe I am just too lazy to do it. But I think I do have to write about 3 wonderful girls, from Indonesia, who had spent wonderful year (or six months) with me.
Let’s start with Nita!
Pertama kali ketemu anak Sastra Jepang angkatan 2007 ini, kesan saya Nita ini cewek yang Jawa banget! Eits, bukan dalam artian rasis lo ya. Maksudnya Jawa, doi ini cantiknya Indonesia banget, body-nya paling oke di antara kita berempat, pinter nari, pokoknya cewek Jogja banget. Usut punya usut, ternyata doi emang asalnya dari Bantul.
Nita lah yang setia dari awal ngebantuin urusan booking-membooking tiket dan ngurus ini itu di KUI. Dan secara dia anak sastra jepang, udah tentu lah Bahasa Jepangnya yang paling oke di antara kami berempat. Dia jugalah yang mencetuskan sebutan emak atau mak untuk saling memanggil antara kami berempat yang akhirnya jadi nama panggilan untuk kami semua sampe sekarang. Sama Nita jugalah saya awalnya memilih untuk tinggal selama 6 bulan saja di Jepang. Sebelum akhirnya kami berubah pikiran dan merengek-rengek sambil guling-guling ingusan memohon supaya masa tinggal kami bisa diperpanjang jadi setahun.
Awal-awal di Jepang, saya sempet lengket ama doi. Secara, dia yang paling oke B Jepangnya. Ibaratnya, dia bisa diandelin lah kalo kita mau pergi kemana-mana. Haha, parasit banget ya saya? Pacarnya Nita juga lah yang mampu menyelamatkan komputer saya yang di minggu pertama sempet ga bisa connect ke internet. Kami juga sempet liburan bareng (liburan pertama kami yang penuh arti) ke Nagasaki.
Menurut saya, Nita adalah cewek yang tertata rapi dan well prepared. Ibarat buah kelapa yang jatuh dari pohonnya, Nita kalo jatuh ya lurus, ga melenceng kemana-mana. Doi juga selalu nyiapin segala sesuatunya dari jauh-jauh hari (beda banget ama saya yang deadliners). Kalau ada tugas atau apapun, tanpa memperlihatkan kepanikan atau kehebohan sebelumnya, doi dipastikan uda menyelesaikan semuanya sebelum deadline datang. Tenang tapi beres semuanya!
Then let’s move to Fifi!
Kebersamaan kami dengan Fifi adalah yang paling singkat, 6 bulan. Usut punya usut, ternyata doi juga ngelamar beasiswa Erasmus Mundus dan dengan awesome-nya keterima! Jadi pulang dari Jepang, doi lanjut studi di Belanda selama 6 bulan.
Pertama kali ketemu cewek Jurusan Psikologi angkatan 2007 ini, kesan pertama saya : RIBET! Haha, sorry Fi, tapi awal-awal ketemu kamu, terutama waktu ngurus-ngurus CoE dan tiket, saya ngerasa kamu agak-agak ribet. Fifi ini orangnya detail dan sama kayak mak Nita, pengennya semuanya disiapin dengan baik. Bedanya, Fifi agak lebih ngotot dan panikan. Haha
Tapi itu Cuma kesan pertama. Just like what a wise person said : “Don’t judge a book by its cover”, you better not judge someone before you know them. Kalo saya awalnya mikir Fifi yang ribet ini ga bakal nyambung ama saya yang sante kayak di pante, maka praduga saya semuanya terbantahkan. Saya kangen berat waktu doi pulang duluan ke Indo.
Fifi punya hal yang bikin saya kagum. She’s such a smart and humble girl. Dia juga punya celetukan-celetukan cerdas yang gak akan kepikir sama saya yang datar-datar aja ini. Dia juga rajin dan gak gampang nyerah (doi cerita udah berapa kali doi gagal apply beasiswa tapi akhirnya langsung keterima di Jepang dan Belanda. Awesome!). Dan di balik segala kerempongan-nya, doi adalah tipe yang perfeksionis. She wants everything to be in order and perfect. Sesuatu yang gak ada dalam diri saya. Semoga dia ga baca ini, bisa ga muat itu helm ntar. Haha. Tapi fi, I do really hope we can meet and talk a lot as soon as I reach Jogja. Can’t wait to see you!
And last but not least, Vita!
Satu kalimat yang menggambarkan Vita adalah the best partner in crime to explore Japan! Cerita tentang Vita ga akan ada habisnya. Saya sendiri ga nyangka kalo saya bisa lengket berat sama anak Jurusan Peternakan angkatan 2006 asal Magetan ini.
Menurut Vita (soalnya saya ga inget), kami pertama kali ketemu di Soekarno-Hatta waktu bakal berangkat ke Fukuoka. Soalnya waktu lagi rempong-rempongnya ngurus segala keperluan buat visa dll, doi lagi di Magetan. Usut punya usut, soalnya waktu pengumuman keterima, doi udah wisuda dan pindahan dari Jogja. Padahal nih Vit, sejujurnya, waktu baca nominasi di web KUI dan liat kalo kamu angkatan 2006, saya lega berat. Saya mikir “gapapa ah telat lulus, toh ada angkata 2006 yang belum juga lulus dan malah apply beasiswa ini. Setaun pula.” Haha. Tapi saya salah. You were full of surprises. Ternyata kamu malah udah lulus dan bikin saya iri setengah mati karena ga usah mikir tetek bengek cuti, aktif kembali, atau skripsi. Hahaha.
Bersama Vita, saya menghabiskan setahun yang luar biasa di Fukuoka. Kenapa kami bisa lengket? Mungkin karena takdir yang mempersatukan kami #halah. Kita satu kelas di pelajaran Bahasa Jepang (level 1 paling bontot, ama Fifi juga ding). Kita juga selalu satu kelas di pelajaran lainnya. Kita juga punya minat yang sama, explore tempat-tempat terpencil yang mungkin gak ada di list tempat yang mesti dikunjungi di Jepang. Kami sama-sama tertarik sama musim gugur dan rela bolos demi hunting foto (alasan haha). Kami juga sama-sama nyesel kenapa ga mengabadikan musim semi dengan lebih baik. Kami sama-sama suka berburu hanabi dan suka salju. Kami cinta karaoke. Kita suka jalan-jalan ke mall walaupun ga belanja. Kondisi keuangan kita sama mirisnya. Di awal, kami juga sama-sama ngerasa teralienisasi dan bego banget karena ga ngerti Bahasa Jepang. Selera humor kami sama. Kami bisa mentertawakan banyak hal bodoh dan kebodohan kami. Ga kehitung berapa kali kami nyasar. Dan ternyata deep inside, kisah hidup kami sama getirnya (ceileeeeee). Intinya, kami ngerasa senasib sepenanggungan. Kalo kata Ussy Sulistyawati, kami “klik”. No reasons, no explanation, I just feel really lucky to have you this whole year, Vit. Hehe
Bersama Vita, saya ngerasa banyak hal menyenangkan, menyedihkan, menyebalkan, dan bodoh yang saya alamin tapi ga akan saya lupain. Jalan dari wajiro sampe dorm gara-gara kere ga punya bus card. Makan nasi telor demi liburan. Bolak-balik urus visa. Foto-foto alay dan ababil. Too many things. Dia juga partner perjalanan terbaik saya. Mulai dari Fukuoka mblusuk-mblusuk, Saga, Kurume, Kumamoto, Aso, Osaka, Kyoto, Tokyo, Fuji, sampe Korea, saya lewatin bareng doi. Tanpa dia, perjalanan saya gak akan jadi semenyenangkan itu. Vita ada waktu lagi seneng dan tetep ada buat nemenin waktu saya lagi di “bawah”. Seems too much? Tapi bener, si pencipta 2 video perpisahan WJC yang rela ga tidur bermalam-malam ini emang bener-bener bikin saya semangat selama setahun ke belakang ini.
Waktu akhirnya kami mutusin untuk pulang sendiri-sendiri karena perbedaan asal dan jadwal kesibukan keluarga, saya ngerasa kehilangan. On the day she left, March 17th, ibarat lagunya Anang-Syahrini, saya ngerasa separuh jiwa saya pergi. Orang yang selalu ada di samping saya balik pulang duluan. My last three days in Japan were amazing, but I think it’d be more amazing if you were there. With us. With me. Haha
Ga seperti Nita dan Fifi, saya ga tau harus nulis apa tentang hal yang saya pelajarin dan kagumin dari Vita. Ga ada kayaknya, mak. Haha. Maksud saya, saya ngerasa kami terlalu sering bareng dan saya ngerasa dia lebih kayak saya bercermin dan ngeliat pantulan diah yang lain dalam wujud fisik yang berbeda. But what I can say is she’s such a sweet friend and nice photographer. Official photographer of WJC students. Vita is also really good at cooking, honest, and simple, walaupun kadang agak boros. Terutama urusan baju. Haha. Tapi cewek pecinta kopi ini sukses bikin saya jatuh hati. Ke jogja dong mak, kita karaoke bareng, kita ngetawain dunia bareng lagi!
3 orang ini membuat saya banyak belajar. Japan wouldn’t be that awesome without you, girls.
you know what? setiap kali aku down, ngrasa jadi orang paling ga guna di dunia ini setelah balik dari Jepang, aku selalu baca postingan ini. And, somehow, aku ngrasa tenang. thanks for being my best partner in crime, ever!
BalasHapus