Tuah Komanbud

Merasa bersyukur pernah ngambil mata kuliah Komunikasi Antar Budaya yang diampu Mbak Hermin. Walaupun kedengeran konvensional, tapi mata kuliah ini tergolong yang cukup menantang karena kita harus belajar tiap minggu sebelum masuk kelas dan paling applicable. Kenapa? Karena bentuk komunikasi ini merupakan salah satu yang paling sering kita lakukan.

Berhubung saya cuma dapet B (malah curcol) untuk mata kuliah ini, sejujurnya saya ga begitu inget dengan berbagai teori yang dikemukakan oleh Gudykunst dkk. Beberapa yang saya inget misalnya kalau stereotype merupakan bentuk imaji yang tercipta karena kurangnya informasi atas sesuatu dan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain, sebisa mungkin kita harus mengeluarkan diri dari kukungan berbagai stereotype yang pernah kita denger sebelumnya. Meskipun itu mustahil dan perilaku kita saat berinteraksi nantinya juga sedikit banyak ditentukan oleh berbagai informasi yang kita kumpulkan mengenai lawan bicara. Nah, terus apa untungnya belajar teori ini?

Baiklah, jadi kemarin waktu mengikuti AUN Forum di Vietnam, saya berusaha untuk mengingat berbagai teori komanbud dan mencocokkannya dengan apa yang saya alami disana. Saya percaya kalau kompetensi yang dibutuhkan untuk long term student exchange program macam setahun di Fukuoka kemarin dan short term student forum macam di Vietnam ini beda. Kompetensi secara bahasa, jelas perlu. Tapi, ada kompetensi lain yang juga (menurut saya) sangat diperlukan. Di program pertukaran jangka panjang, all you have to do is be your self and always do your best. Karena kalau kamu berpura-pura, you can’t stand pretending to be someone else for a year. Dan orang juga akan mulai ngelihat kamu yang sebenarnya, prosesnya juga lebih lama karena sama-sama tahu kalian punya waktu yang cukup buat saling mengenal, dan tentunya hasil akhirnya adalah intimasi yang lebih mendalam. Sedangkan di program jangka pendek, let’s say a week or two, kita cenderung harus jadi lebih agresif buat mendekati dan lebih welcome buat didekati orang lain. Karna kalau kita nunggu, kita akan keburu kehabisan waktu. Tapi tetep sih, kita ga bisa maksa buat jadi deket sama semua orang, buat jadi nyambung dengan semua topic obrolan karena at the end, kita juga yang ngerasa capek dan semua obrolan dengan berbagai macam orang berujung jadi basa-basi yang melelahkan. Bayangkan, 40 peserta dan kita harus senyum setiap saat.

Sayangnya, saya harus mengakui sekali lagi pada diri sendiri kalau saya termasuk tipe orang yang susah untuk bisa “berpura-pura” mingle dengan semua orang. It’s not that I wasn’t trying. I tried, of course, because I consciously came to Vietnam for one purpose, making friends and digging experiences. Cuma kalau seminggu harus begitu terus, capek juga. Belakangan, saya cenderung mendekati orang-orang yang memang “klik”. Dan memang ada beberapa orang yang bahkan cuma sekali ngobrol kita tahu kalau kita “klik” sama mereka.

Selain itu, saya juga belajar untuk ga terkungkung dalam belenggu stereotype (cielah bahasa guweh). Sebelum berangkat, saya sempet dikasi tahu beberapa bocoran sama kakak kelas yang berangkat tahun lalu. Misalnya, negara A begini, negara B begitu, universitas C begono. Alhasil, meskipun dari awal saya berusaha buat ga kemakan bisik-bisik itu, tapi bisikan itu tetep muter di kepala saya waktu saya akhirnya beneran ketemu sama anak dari negara A B dan C.

But guess what, do not be trapped in stereotypes. Orang China ga selalu pelit, Orang Malaysia ga selalu ngotot dan merendahkan, Orang Jepang ga selalu ramah, dan anak dari Univ blablabla ga selalu lebih “ndeso”. Buktinya, saya dan Icha (temen seperjuangan dari kampus biru) malah paling lengket sama anak-anak dari China. Mereka sangat open dan banyak cerita tentang culture mereka. Kita juga deket sama wakil dari Malaysia karena doi sangat humble dan hangat. Kita juga hobi ketawa-ketiwi sama anak dari universitas C karena mereka punya pemikiran dan jokes yang sama dengan kita. In the end, meskipun klise, tapi DON’T JUDGE! You never know until you talk to them! Thank you Vietnam for the lifetime experiences! 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

A Journey to be a Star (Danone Management Trainee Recruitment Phase)

My Chevening Journey

Perpisahan Kelas Bahasa Jepang