Happy Obaacan and Ojiican

Jepang dikenal sebagai salah satu negara dengan angka harapan hidup tertinggi di dunia. Menurut statistik yang dirilis oleh Menteri Kesehatan Jepang pada tahun 2010, angka harapan hidup wanita di Jepang adalah 86,4 Tahun. Angka ini menjadikan rata-rata wanita Jepang memiliki umur yang lebih panjang dibandingkan negara manapun di dunia. Sementara untuk pria, angka harapan hidupnya sedikit lebih rendah, yakni 79,6 tahun.

Coba kita bandingkan dengan Indonesia. Menurut data WHO yang dirilis pada tahun 2006 (saya tidak bisa menemukan data tahun 2010), usia harapan hidup orang Indonesia adalah 68 tahun untuk wanita dan 65 tahun untuk pria. Meskipun, konon katanya angka ini masih lebih baik dibanding saudara-saudara kita di Afrika yang hanya 51 tahun untuk wanita dan 50 tahun untuk pria.

Menurut beberapa kajian, perbedaan usia harapan hidup ini terjadi karena perbedaan penanganan medis dan pola makan. Kita tentunya tidak usah meragukan kemajuan teknologi perawatan medis di Jepang. Urusan teknologi, Jepang tentu jawaranya. Begitu juga dengan pola makan. Makanan Jepang sehatnya terkenal di seluruh dunia. Meskipun tidak bisa dipukul rata, tapi masakan asli Jepang umumnya dimasak tidak (atau minimal) menggunakan minyak dan terdiri dari berbagai macam olahan sayuran. Mereka juga tidak menggunakan cabai yang pedas-pedas. Balai POM disini juga sangat berhati-hati soal ijin makanan. Untuk menjual makanan waktu festival kampus aja ni, kami harus mengirim nama, bahan, dan cara memasak masakan yang akan dijual di booth kami sejak 2 atau 3 bulan sebelumnya.

Begitu juga untuk urusan minuman.Teh hijau dan teh hitam tanpa gula super populer disini. Dosen saya yang pernah berkunjung ke Jogja konon kaget nge-pol waktu tahu orang Indonesia tetap menggunakan gula sewaktu menyeduh teh hijau. Katanya, "why did you guys put sugar in it? It's supposed to be green tea!". Haaa! Belum pernah diajak minum es teh manis burjo doi. Bisa pingsan ganteng gara-gara liat aa' burjo masukin berjibun gula ke dalam 1 gelas es teh. Sehat benerrr dah kan ya?

Tapi, disini saya bukan mau menganalisis kenapa angka harapan hidup orang Jepang tinggi dari sisi ilmiah. Masalahnya, saya gak jago dalam hal itu. Sebaliknya, beberapa bulan tinggal disini, saya kira faktor psikologis #edisi diah anak rajin sekolah juga ikut mempengaruhi tingginya angka harapan hidup masyarakat Jepang.

Baiklah, mari kita sebut "Happy Obaacan and Ojiican". Obaacan (おばあちゃん) adalah nenek dan(おじいちゃん)adalah kakek. Berdasar pengamatan saya dengan mata telanjang, sepertinya kehidupan para nenek dan kakek di Jepang ini lebih bahagia dan makmur dibanding nenek kakek di negeri kita.

Salah satu contohnya, saya sering sekali melihat wanita dan pria yang usianya sudah agak lanjut ini kongkow kongkow menikmati restoran enak (dan mahal) dan pertunjukan bagus (dan mahal) dengan geng-nya. Mereka ini tampaknya benar-benar menikmati hari tua mereka. Kalau kebanyakan orang tua mungkin memilih santai atau diam di rumah, rata-rata nenek kakek di Jepang justru sangat aktif. Travelling atau kongkow-kongkow dengan teman sejawatnya.

Contoh kedua, nenek dan kakek yang usianya sudah tidak muda lagi ini tetap aktif mengikuti "trend terbaru" masa kini. Beberapa kali saya lihat mereka membeli baju yang sangat anak muda sekali atau boots yang sangat remaja sekali. Beberapa kali juga saya liat mereka mengecat rambut dengan warna pirang, dikepang atas, diberi pita, atau bando merah centil.
Terus terang, saya justru suka melihat mereka seperti itu. Bergaya dan berekspresi itu kan kebebasan semua orang. Umur berapapun Anda, yang penting enjoy dan happy!

Contoh ketiga, yang mengharukan dan hampir membuat saya mewek di tempat, nenek dan kakek Jepang juga sangat menikmati waktu mereka bersama keluarga. Jadi pernah ceritanya waktu saya main bowling, saya melihat seorang nenek dan cucu-cucunya asik main bowling. Sewaktu sang nenek melempar bola, cucu-cucunya berteriak "ganbareee.. ganbareee.." memberi semangat.
Sang nenek, tentunya ketawa-ketawa bahagia. Saya yakin, sang nenek bukan bahagia karena bisa dapet poin penuh dan menjatuhkan semua bola, tapi karena beliau bisa menikmati hari tuanya dengan para cucu tercinta. Isn't it so sweet? ")

Gak cuma bowling, saya juga hampir mewek di tempat waktu liat sepasang nenek kembar makan sushi dengan cucunya. They look soooo happy. Nge-mall bareng, beliin cucunya ini itu, nonton bareng, atau sepasang nenek kakek yang duduk baca buku di bawah pohon sakura atau saling bantu memegang tangan waktu naik ke bis. Intinya kita bisa melihat nenek kakek enerjik berkeliaran di sepanjang jalan atau di transportasi umum.

Kalau mereka bahagia batinnya dan cukup gizi jasmaninya, rasanya gak heran kalau angka usia hidup di Jepang tinggi. Tentu ini bukan generalisasi berhubung saya tidak tahu apapun tentang masyarakat Jepang. Di balik "senyum" bahagia mereka, nenek kakek ini juga pernah mengalami kelamnya hidup karena mereka tentu lahir ketika Jepang mengalami resesi pasca perang dan bom atom.

Ah, menulis tentang ini malah membuat saya rindu dengan kakek nenek di rumah. Gaya hidup kami dengan orang-orang sini mungkin beda. Saya gak mungkin ngajak nenek atau kakek saya main bowling atau nge-mall bareng lagi. Mereka sudah terlalu letih mungkin. Tapi yang jelas, rasa cinta saya untuk mereka tidaklah berbeda. Semoga saya bisa selalu membahagiakan mereka dan melihat senyum yang sama seperti yang saya lihat disini di wajah mereka. :)



jadi kangen niang, nini, dan kakiang.. :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

A Journey to be a Star (Danone Management Trainee Recruitment Phase)

My Chevening Journey

Indonesia di Mata Mereka