One Day Trip to Kumamoto and Aso (Series of Summer Vacation)

Seharusnya sudah nulis tentang cerita perjalanan ini dari kapan taun. Usut punya usut ternyata semua perjalanan yang saya lakukan selama setaun kemarin belum ada dokumentasi tertulisnya. Paling banter, one day trip momiji hunting ke saga dan ulasan tentang tiket kereta 18kippu yang fenomenal itu. Sisanya? Nihil.

Sebelum saya keburu lupa dan males nulis, biarkanlah saya mendaftar dulu satu persatu hutang tulisan saya itu.
Pertama: One day trip to Aso dan Kumamoto
Kedua: Osaka dan one day trip in Kyoto
Ketiga: Tokyo
Keempat: Hokkaido
Kelima: Korea
Keenam: Hiroshima
Ketujuh: Vietnam (Ho Chi Minh City)
Kedelapan: Thailand
Baiklah, mari mulai dengan perjalanan kita yang pertama.
One day trip to Aso dan Kumamoto.
Kumamoto dan Aso adalah nama dua daerah di bagian selatan Fukuoka. Kumamoto merupakan perfektur tersendiri, sementara Aso adalah nama gunung yang terkenal seantero Jepang karena kaldera nya yang konon katanya indah.

Niatan menjelajah dua daerah ini sebenarnya simple saja. One day trip kali ini adalah pemanasan sebelum saya dan Vita melakukan perjalanan panjang kami untuk liburan musim panas. Tapi daripada sepi kalau cuma jalan berdua (baca: takut nyasar), akhirya kami berhasil menyeret Dishna (a srilankan friend), dan Marita juga Minto (two Thai girls) untuk ikut mencoba merasakan sensasi 18Kippu.

Tidak banyak yang kami siapkan untuk perjalanan kali ini. Maklum, namanya juga one day trip. No need to worry tentang penginapan. Paling-paling saya yang sibuk mengutak-atik jadwal perjalanan dengan kereta dan berfikir bagaimana caranya mengepaskan waktu antar kereta sehingga perjalanan kami lancar dan tidak membuang-buang waktu.

Keesokan paginya, pukul 6 kurang kami sudah berkumpul di lobby lantai 1. Saya tidak ingat persisnya jadwal kereta yang kami kejar. Yang jelas kami mengejar salah satu kereta paling pagi. Dan untuk berjalan menuju stasiun kereta terdekat dari dorm, kami perlu paling tidak 10 menit (baca: kecepatan rata-rata foreigner Asia).

Rencana saya kali ini simple saja.
Skemanya begini:

Dorm  Hakata Eki (stasiun utama di Fukuoka)  Kumamoto  Kumamoto Castle  around Kumamoto Castle  Mount Aso  Kumamoto  Hakata Eki.

Sesimpel itinerary yang saya buat, kami memang tidak mengalami kesulitan berarti. Dari Hakata Eki kami hanya perlu duduk manis selama 3 jam di kereta. Tidak perlu ganti kereta karena pemberhentian terakhir kereta lokal yang kami pilih adalah Stasiun Kumamoto. Ehm, mungkin ada satu masalah. Kereta yang kami naiki adalah kereta yang jenis tempat duduknya berhadap-hadapan seperti yang biasa ditemukan di angkot. Memang empuk sih, kami juga selalu mendapat tempat duduk, tapi duduk dengan posisi seperti itu selama 3 jam kadang-kadang bikin tepos juga. Yah, namanya juga jalan-jalan murah, ga boleh ngeluh.

Kami sampai di Stasiun Kumamoto sekitar pukul 10 pagi. Dari sana, kami tinggal keluar stasiun dan mencari trem yang akan membawa kami menuju Kumamoto Castle. Harga karcis satu kali naik trem kalau tidak salah adalah 150 Yen. Dan ini adalah tarif flat. Berbeda dengan Fukuoka yang transportasi lokalnya bisa ditempuh dengan tiga cara, yakni bis, kereta, dan subway, transportasi lokal di Kumamoto hanya ada dua yakni trem dan bis. Bagi yang belum tau, trem adalah semacam kereta pendek yang relnya melintang di jalanan di tengah kota. Kami memilih menggunakan trem karena menurut website yang saya baca, trem lebih nyaman dan mudah digunakan bagi para turis yang hanya ingin melancong. Karena trem hanya memiliki beberapa jalur (bus memiliki puluhan jalur) dan lebih murah.

Trem biasanya ada di kota-kota yang tidak terlalu sibuk. Kumamoto sendiri menurut saya tidak jauh berbeda dengan Fukuoka. Lebih kecil memang, tapi tetap terlihat sibuk dan lebih “hidup” dan “ramai” dibanding Nagasaki (kota lainnya di Pulau Kyushu dan terletak di selatan Fukuoka). Bahkan, menurut saya banyak orang yang bisa berbahasa Inggris disini. Mungkin karena Kumamoto adalah salah satu kota tujuan pelajar asing di Kyushu.

Perjalanan menuju Kumamoto Castle kami tempuh hanya dalam hitungan menit. Lagipula kami sibuk mengamati sekitar. Trem pertama yang kami tumpangi interiornya cukup menarik. Dengan lantai dan dinding kayu, lampu hias, dan korden senada, kami serasa berada dalam kamar tidur putri jaman dulu. Tapi ternyata tidak semua trem seperti itu. Beberapa trem lain interiornya biasa saja.

Trem yang kami tumpangi turun tepat di depan Kumamoto Castle. Satu lagi yang saya suka dari Jepang, objek pariwisatanya sangat mudah dijangkau. Cukup ikuti petunjuk transportasi umum yang ada, duduk manis, niscaya kita akan sampai di tempat yang kita inginkan. Kumamoto castle ternyata lebih besar dari apa yang saya bayangkan. Menurut brosur yang kami dapat di pintu masuk, kastil ini terdiri atas beberapa komplek. Untuk mengelilingi seluruh kompleks dengan berjalan kaki, dibutuhkan waktu kurang lebih dua jam. Berhubung kami tidak punya waktu dan tenaga (baca: ini kecepatan orang Jepang tampaknya, bukan foreigner pemalas dari Asia), kami memutuskan hanya akan berjalan menuju kompleks yang paling ramai dan terkenal. Dengan membayar tiket sebesar 850 Yen, kami bisa melenggang ke dalam.

Wilayah yang kami kunjungi terdiri atas dua kastil utama. Masing-masing kastil terdiri atas 5 tingkat, yang di tiap tingkatnya berisi sejarah mengenai keberadaan kastil tersebut di masa lalu. Di tingkat paling atas kastil utama, kita bisa memandang hamparan kompleks kastil ini. Kumamoto Castle sebenarnya paling direkomendasikan untuk dikunjungi pada saat musim semi berlangsung karena banyak terdapat pohon sakura di sekeliling bangunannya. Tapi karena kami datang pada musim panas, hamparan pohon-pohon itu hanya terlihat seperti ranting kering. Dan berhubung saya tidak bisa Bahasa Jepang dan masih pusing dengan nama-nama dinasti yang banyak itu, saya memutuskan hanya melihat sekilas saja. Yang lebih menarik perhatian justru dua ninja yang menjaga pintu gerbang masuk kastil.. Kakkoi! Dengan lagak lugu kami juga minta foto dengan mereka. :p

Selesai mengitari kompleks kastil, kami memutuskan untuk beristirahat sejenak sambil mencari tempat yang tepat untuk membuka bekal. Yak, untuk menghemat biaya perjalanan, kami memutuskan untuk membawa bekal makan siang. Bekal saya berupa nasi dengan telor orak arik dan ayam kecap sisa masak semalam. Yang penting kenyang. Tapi ternyata sepanjang mata memandang, kami tidak bisa menemukan tempat yang tepat untuk menikmati bekal. Waktu masih menujukkan pukul 12.00 kurang, kami akhirnya memutuskan untuk kembali ke stasiun dan makan disana saja. Dalam perjalanan pulang, kami bertemu dengan mas-mas penjaga yang berpakaian layaknya pasukan perang di masa kerajaan dulu. Tidak lupa, dengan gaya polos dan lugu, kami meminta doi untuk meluangkan waktu dan berfoto bersama kami. ;p

Perjalanan menuju stasiun kami tempuh dengan trem yang sama. Sampai stasiun, kami segera membuka bekal sambil menunggu kereta yang akan membawa kami menuju Aso. Berbeda dengan kereta yang sebelumnya kami tumpangi, kami harus berganti kereta dua kali untuk menuju Aso. Tapi lagi-lagi there’s no need to worry. Semua sudah tercatat dalam jadwal. FYI, kereta di jepang koordinasi waktunya sangat professional sehingga kita tidak perlu menunggu terlalu lama untuk masuk antara satu kereta dengan lainnya. Kereta pertama yang kami tumpangi interiornya sama dengan kereta yang membawa kami ke Kumamoto. Masih dengan tempat duduk macam angkot. Untungnya, kami hanya perlu menahan pegal selama 45 menit. Dua kereta selanjutnya memang terkesan kuno dan kecil, tapi tempat duduknya berhadap-hadapan dengan jok yang empuk.

Perjalanan menuju Aso merupakan salah satu perjalanan dengan kereta yang paling meyenangkan. Hamparan hijau sawah dan hutan kecil di kanan kiri kami. Pemandangan ini mungkin banyak di Indonesia dan tidak kalah cantiknya, lebih cantik mungkin. Tapi hawa Aso yang sejuk, kereta tua yang kecil dan sepi, serta lagu "memorize" dari Yui Aragaki membawa nuansa yang berbeda.

Saya masih ingat waktu Dishna bilang ke saya: “why are you taking pictures? You know we have lots of these in Sri Lanka. And here I have to pay to see such scene.”
Berhubung doi memang anaknya ceplas-ceplos dan saya sudah biasa (oh I miss her so much), saya cuma cengar cengir aja sambil tetep asik ambil foto. Sampai doi ngeluarin kamera dan ikutan foto, saya balik nanya: “why are you taking pictures Dishna?”

Mau tau jawabannya?: “because you are all taking pictures.” And we laughed. That was one of the moments that I missed the most. Di kereta saya mikir, six months ago before destiny (read: scholarship) brought us to Japan, we didn’t even realize each other presence. I knew Sri Lanka, but I had never imagined I would make friend with a girl from a small island on southern India. And I am sure so did she. I had never imagined that six months later, I’d be on the same train, same seat, and laughed about small things like we were doing. Dishna is one of my best friends in Japan. From the very first time I met her, I had no difficulties to communicate and sooner telling a joke to her.

Ok, back to topic. Kereta yang kami tumpangi sampai di stasiun Aso. Dari sana sudah ada bis yang menunggu untuk membawa kami menuju puncak (bukan AFI). Total kami membayar 1000 Yen untuk biaya bus pulang-pergi. Perjalanan sendiri ditempuh selama paling tidak 30 menit dengan jalanan yang cukup berliku dan pemandangan hijau dan sejuk di kanan kiri.

Begitu sampai di puncak, kami segera membeli tiket ropeway seharga 1000 yen pulang pergi. Dari kaki Aso, kami perlu naik kereta gantung untuk menuju kalderanya. Sayangnya, ketika sampai di puncak, kami harus menanggung rasa kecewa. Kaldera ditutup untuk sementara karena sedang mengeluarkan belerang. Sambil mengisi waktu dan berharap kaldera dibuka lagi, kami sibuk mengambil foto. Aso sendiri tidak terlihat spesial. Hanya gunung pendek dengan batuan abu-abu.

Doa kami terkabul. Tepat ketika kami ingin turun, kaldera dibuka. Dengan bahagia kami bersama-sama pengunjung lainnya berfoto-foto di sekitar kaldera. Kaldera Aso sendiri tidak jauh berbeda dengan Bromo. Cantik memang, tapi lagi-lagi bukan sesuatu yang spesial untuk gadis negara kepulauan yang dipenuhi gunung api. Tapi berhubung Aso masuk ke dalam tiga kaldera tercantik dan harus dikunjungi di Jepang, saya sih seneng-seneng aja bisa jalan-jalan kesini.

Pulangnya, kami menyempatkan diri untuk membeli soft cream black sesame Aso yang kondang itu dan sejenis mochi ungu khas Aso. Dengan perut kenyang, kami kembali menaiki bis menuju stasiun. Sebenarnya masih ada waktu sebelum kereta kami berangkat dan jika ingin kami bisa berkunjung ke museum gunung berapi yang ada disana. Tapi berhubung kaki mulai nyut-nyutan, kami memutuskan untuk istirahat di sekitar kaki gunung sambil ngobrol dan tentunya foto-foto! :p

Sampai di stasiun, kami naik kereta lebih awal dibanding yang tertulis di jadwal. Untuk mendapatkan kereta yang akan membawa kami kembali ke Fukuoka, kami harus kembali ke Kumamoto dulu. Sampai Kumamoto, ternyata kereta yang kami tumpangi baru akan berangkat satu setengah jam lagi. Untuk mengisi waktu, kami mencari makan malam di sekitar stasiun. Saya dan Vita memutuskan makan di Yoshinoya (500 Yen) yang belakangan saya baru tahu ternyata tidak banyak gadis Jepang yang makan disana. Yoshinoya memiliki image tempat makan cepat saji untuk laki-laki. Pantas saja waktu kami masuk, isinya laki-laki semua. But foreigners are never wrong, especially when you look naïve and starving. Hehe.

Ada dua kejadian lucu selama kami menunggu kereta. Pertama, kami dikira bule nyasar sama orang lokal. Kami ditanya mau kemana dan apa ada yang bisa dibantu. Mungkin karna wajah kami yang awut-awutan dan kelihatan bingung. Kedua, kami melihat iklan universitas kami dengan FOTO KAMI ditayangkan di papan iklan stasiun kumamoto. Hahaha life can’t be more fun as if you are an exchange student, I guess. ;p

Pukul delapan malam, kereta yang kami tumpangi datang. Jam 11 malam, kami sampai di Hakata Eki. Dari sana, kami masih harus naik kereta menuju Kashii Eki, stasiun terdekat dari dorm. Jangan heran kalau ternyata kereta justru sangat ramai pada jam-jam seperti itu. Dipenuhi salary man dan OL (office lady), sebutan bagi para pekerja kantoran di Jepang. Beberapa bau alcohol, beberapa sibuk dengan manga dan music, sedang kami sibuk tidur. We were sooooo tired! Sampai di Kashii Eki, kami masih harus berjalan menuju dorm. Akhirnya jam setengah 1 malam, petualangan kami resmi berakhir.
Oyasumi nasai mina, tanoshi katta!

Kereta Fukuoka – Kumamoto – Aso – Kumamoto – Fukuoka: 2500 Yen
Trem Kumamoto (stasiun – kastil pp): 300 Yen
Masuk kastil: 850 Yen
Bus Aso pp: 1000 Yen
Ropeway Aso: 1000 Yen
Soft cream dan Mochi: 800 Yen
Dinner: 500 Yen
Total: 6950 Yen. Mahal juga ding ternyata. :p

Komentar

Postingan populer dari blog ini

A Journey to be a Star (Danone Management Trainee Recruitment Phase)

My Chevening Journey

Perpisahan Kelas Bahasa Jepang