menemukan hobi

Belakangan ini saya merasa kehidupan saya memasuki fase yang tidak produktif. Perjalanan saya hanya berkutat antara kost-kampus-perpus-dan tugas-tugas yang membuat saya geleng-geleng kepala. Memang di antara sela-sela kegiatan tersebut masih ada waktu untuk bersenang-senang bersama teman atau teman dekat. Tapi, tetap saja, saya merasa kosong. Merasa tidka produktif. Seperti ada sesuatu yang hilang.

Saya sempat menanyakan tentang kegalauan saya ini kepada beberapa teman. Jawabannya rata-rata sama. Sederhana tapi tidak memberi saya cukup kepuasan.
1. Yaa emang gitu. Kamu kesini kan mau kuliah. Emang mau ngapain lagi? (jawaban dari teman seangkatan)
2. Udah.. dinikmati aja. Ntar kamu juga bakal kangen ama masa-masa kayak gini. Mumpung ini semester terakhirmu lo! (jawaban dari teman yang lebih tua)

Tapi bukan itu jawaban yang saya butuhkan. Benar. Saya merasa ada yang hilang pada kehidupan saya yang saya sendiri masih bingung apa itu.
Lalu tiba-tiba sebuah jawaban muncul dan melintas begitu saja di kepala saya.
Yak, saya kehilangan hobi! kegemaran! kesukaan! atau apapun itu namanya.

Semasa SMA, saya suka sekali membaca komik dan novel. Tidak intelek memang, tapi setidaknya dua kegiatan itu saya namakan sebagai hobi dan selalu berhasil membuat saya bersemangat. Saya tidak segan untuk mengumpulkan uang saku lalu membelanjakannya di toko buku diskon dekat sekolah. Menyampulnya dengan plastik warna warni khas ABG labil kemudian membacanya di atas kasur sepulang sekolah dengan setoples cemilan di tangan kiri.

Saya juga pernah suka sekali menonton film. Dalam seminggu saya bisa menghabiskan 5 judul film (tidak luar biasa ya? hee) dan siap mengurung diri di kamar demi menghabiskan menit demi menit menyaksikan aktor kesayangan saya.

Kaset musisi band favorit juga tidak luput dari genggaman saya. Saya rela tidak makan di kantin sekolah demi membeli kaset (waktu itu CD atau MP3 belum ngetop) di departement store yang sekarang sudah terancam bangkrut. Mendengarkannya berulang kali sambil menghapalkan bait per bait liriknya.

Atau.. saya juga pernah suka sekali menulis. Menuangkan apapun yang terlintas dalam benak saya menjadi sebuah tulisan. Tidak peduli berantakan, acak adut, atau terlalu melankolis a.k.a lebai.

Sekarang, saya merasa hobi tersebut perlahan-lahan menguap. Saya memang masih suka membeli novel atau meminjam komik, tapi saya tidak menikmatinya seperti dulu lagi. Masih ada beberapa novel yang teronggok tidak berdaya di lemari buku mini di kamar kost an. Saya bosan untuk mulai membaca. Arghh...

Film juga tidak dapat lagi menjadi teman bersantai. Saya memang masih meminjam beberapa film, tapi tidak ada cukup gairah untuk menontonnya. Hanya memelototinya sambil lewat. No feeling no passion. Argghhh...

Kaset juga bukan lagi barang idaman bagi saya. Berkembangnya MP3 dan CD bajakan membuat hubungan emosional saya dengan lagu dan semacamnya menjadi berkurang. Saya memang tipe wanita konvensional yang lebih suka dengan barang-barang statis.

Dan menulis.., hobi yang membawa saya menentang keinginan orang tua agar dapat masuk di jurusan yang saya tekuni sekarang tampaknya juga bukan lagi cara saya menuangkan pikiran. Entah kapan terakhir saya merangkai kata demi kata yang berpacu di otak.

Lantas apa yang saya kerjakan sekarang? Pantas saja saya merasa kosong dan tidak produktif. Saya kehilangan hobi saya. Saya kehilangan waktu-waktu memanjakan diri sendiri dan menganggap bahwa dunia hanya berputar di sekitar saya.

Semoga saya cepat menemukan kembali passion saya. Kalau tidak, lama-lama saya bisa jadi gilaa..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

A Journey to be a Star (Danone Management Trainee Recruitment Phase)

My Chevening Journey

Perpisahan Kelas Bahasa Jepang