Kemelaratan Sosial

Dalam KBBI :

Melarat :: me.la.rat panjang, pba 1 selalu dl kesengsaraan
ke.me.la.rat.ana 1 hal melarat; kemiskinan; kesengsaraan
Sosial : : so.si.al cak 1a berkenaan dng masyarakat: perlu adanya komunikasi


Hal apa yang paling saya sesali setelah kedatangan saya ke negeri sakura ini? Yup, ketidakmampuan saya berbahasa Jepang. My Japanese ability was zero, with big O. Baru setelah mau berangkat saja saya mengerti kalau ada tiga jenis alphabet dalam bahasa Jepang. Cuma itu.

Awalnya saya berfikir dan mensugesti diri sendiri bukan masalah besar saya datang ke Jepang tanpa modal bahasa setempat. Toh, masih bisa Bahasa Inggris, walaupun juga ga lancar-lancar banget. Dan kebetulan saya berangkat bersama 3 teman Indonesia yang salah satunya anak Sastra Jepang. Juga yang terpenting, I’m WILLING to learn. Maka tenanglah saya.

Tapi nyatanya ketenangan ini tidak berlangsung lama. Setelah sampai di Jepang, saya sadar saya melakukan kesalahan fatal. Dan kesalahan ini yang menyebabkan hal yang selanjutnya akan saya sebut sebagai kemelaratan sosial.

Berdasarkan definisi KBBI atas dua kata tersebut, saya simpulkan dengan bahasa sendiri (baca: bahasa yang dibuat dan diartikan sendiri) bahwa kemelaratan sosial adalah kesengsaraan karena tidak mampu berkomunikasi dengan masyarakat sekitar.

Kenapa?

Pertama, tingkat Bahasa Inggris orang jepang tidak tinggi. Jumlah yang bisa berbahasa negeri Pangeran William ini sangat terbatas. Pun dengan pronunciation mereka yang berbeda karena dialek. Menurut salah seorang dosen saya, masyarakat Jepang tidak banyak yang bisa berbahasa Inggris karena bagi mereka bahasa ini tidak penting. Wow, nasionalisme yang sangat patut diacungi jempol!

Kedua, huruf romaji jumlahnya sangat minimal dan hampir semua petunjuk publik (transportasi, mall, tempat makan) ditulis dengan kanji. Catat saudara-saudara, Kanji! Bukan hiragana atau katakana. Menghafal hiragana dan katakana saja bikin saya setengah melek, apalagi kanji. Orang Jepang normal mengenal kurang lebih 3000-5000 kanji!

Ketiga, menjadi buta huruf di negara orang itu sangat tidak menyenangkan. When you have to adapt with the new system, you can’t even know what the new system is. Bahasa Jepang tidak sekedar mampu bicara, tapi juga mampu membaca. Dan saya tentunya tidak bisa terus-terusan jadi benalu bergantung pada orang. Rasanya sangat tidak menyenangkan.

Ketiga tembok besar ini membuat kehidupan sosial saya tidak terlalu baik. Teman Jepang yang saya miliki hanya roommate, roommatenya teman, temannya roommate, JD-Mates, JD-Matesnya teman, dan mahasiswi nyasar yang tiba-tiba ngetok pintu unit dan nyeroscos dalam bahasa jepang sebelum sadar kalau saya sudah bagai kerbau dicocok bokongnya.

Solusinya?

Apalagi kalau bukan belajar. Iya, belajar. Sekarang saya mendapat pendidikan intensif (lebay) Bahasa Jepang. Mungkin bagi beberapa orang saya annoying, atau lebay, atau sok-sok-an kalau mau coba berbicara dalam Bahasa Jepang dengan kosakata sangat terbatas dan tata bahasa yang hancur-hancuran. I might be stupid right now, or still stupid in the next days. Tapi bagi saya, itu adalah suatu kemajuan yang sangat pesat.

Saya sangat ingin belajar. Motivasi terbesar saya adalah segera keluar dari jebakan kemelaratan sosial ini. Semoga, ah semogaaa. *pegang buku bahasa jepang level paling dasar* *dipegang doing* *gagal pinter* :D

Komentar

Postingan populer dari blog ini

A Journey to be a Star (Danone Management Trainee Recruitment Phase)

My Chevening Journey

Perpisahan Kelas Bahasa Jepang