Semua tentang Uang!

Its all about the money,
its all about the dum dum duh dee dum dum.
I don't think its funny
(Meja – It’s all about the money)





Siapa yang tidak setuju dengan penggalan lirik di atas? Berdasarkan terjemahan bebas (baca: terjemahan yang dikarang sendiri semaunya oleh penulis), lirik di atas berarti semua tentang uang dan tidak punya uang itu tidak lucu sama sekali.

Ini adalah jeritan hati penulis yang berkesempatan terlahir sebagai salah seorang penduduk negara dunia ketiga dengan pendapatan keluarga yang biasa saja dan sekarang, dengan rahmat Tuhan yang luar biasa, sedang mengecap kehidupan di negara dunia pertama.

Gara-gara uang, banyak pertanyaan dalam percakapan sehari-hari yang penulis harus akhiri dengan muka mesem senyum-senyum wagu dan kata-kata : “enggak, mahal soalnya..”

Simak beberapa contoh pertanyaan tersebut, yang tentunya sudah diterjemahkan (lagi-lagi secara bebas oleh penulis) :

Percakapan 1:

A : Sebelumnya, kamu sudah pernah ke Jepang?
B : Hehe, belum.
A : Kenapa?
B : Mahal soalnya.. (muka mesem)

Percakapan 2:

A : Liburan musim panas nanti kamu balik ke Indonesia?
B : Enggak
A : Lo? Kenapa?
B : Mahal soalnya .. (muka minta dikasihanin)

Percakapan 3:

A : Ohh, kalo gitu berarti orang tuamu yang berkunjung ke sini ya?
B : Enggak
A : Loh? Kenapa? Gak kangen pooo?
B : Mahal soalnya .. (hidung kembang kempis)

Percakapan tersebut tidak hanya sekali dua kali terjadi, tapi beberapa kali dengan orang yang berbeda. Hidup di negara yang standar hidupnya (kira-kira) 5 kali standar hidup di Indonesia ini memang membuat kita harus mengelus dada. Mungkin saking terbiasanya hidup makmur (menurut definisi saya), mereka mengira semua makhluk di belahan dunia lain (baca: negara berkembang) juga berada di taraf hidup yang sama dengan mereka. Bagi mereka, mengecap pendidikan di luar negeri atau berwisata ke negeri orang, bukanlah kesempatan langka yang dibanggakan, melainkan hal yang lumrah dilakukan.

Ahh, tapi apa mau dikata. Hidup di negara dunia ketiga memang berbeda. Jangankan mengecap pendidikan hingga ke negeri orang, penduduk yang bahkan tidak mampu meneruskan sekolah dan menuntaskan pendidikan dasar 9 tahun saja masih banyak jumlahnya. Nasib kita memang berbeda.

Semoga suatu saat nanti (entah 10, 20, atau 50 tahun lagi), anak cucu kita tidak perlu mengeluarkan jawaban yang sama seperti eyangnya lontarkan saat ini. Indonesia pasti bisa!

Kata ibu saya :
Uang mungkin bukan hal paling penting di dunia. Tapi, uang bisa menyelesaikan banyak hal.
(bunda – lupa kapan, mungkin waktu bayar uang masuk kuliah pertama kali)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

A Journey to be a Star (Danone Management Trainee Recruitment Phase)

My Chevening Journey

Perpisahan Kelas Bahasa Jepang